Guna Meningkatkan Pelayanan Kami Di Masa Mendatang, Maka Kami Telah Membuat Website Resmi Dengan Nama MUBK.OR.ID, Silakan Klik Di Sini Untuk Berkunjung.
Namun Demikian, Formulir Pendaftaran Di Blog Ini Masih Akan Valid Hingga 7 Januari 2015. Syukron.
Jumat, 21 November 2008
Mengingat Allah
Sebuah nuansa yang teduh dan mengesankan ketengan batin yang dalam. Pengaruhnya sangat kuat terhadap jiwa – jiwa yang penuh dengan kerinduan. Jiwa orang-orang yang hanya mendambakan ridha dari Rabbnya. Tak pernah sepi. Selalu ada orang-orang duduk di dalamnya. Dengan tangan tengadah. Berdo’a dan mengingat-Nya. Air matanya terus menetes sepanjang malam.
Sudah menjadi alur dalam haidup mereka, yakni para generasi salaf, tabi’in, dan orang-orang mu’min yang mukhlisin, mereka tidak pernah terputus dalam mengingat Rabbnya. Dalam lantunan dzikir yang panjang. Mendekatkan diri. Bermunajat. Berdo’a. Tujuannya mengharapkan ampunan dan ridha-Nya. Dengan kesabaran yang tak terbatas. Tidak pernah keletihan dalam bersimpuh sekian lama menjadi beban untuk mengakhiri senandung dzikirnya. Mereka hanya merasakan kenikmatan yang tak terhingga. Meninggalkan jejak syahwat. Berkalwat dengan yang menciptakan makhluk, manusia dan seluruh jagad alam semesta, yaitu Allah Azza Wa Jalla. Betapa manusia yang mempunyai derajat ma’rifat, dan melakukan ‘perjumpaan’ dengan Rabbnya, tak terhijab oleh apapun, karena hanya semata-mata kesucian jiwanya. Mereka akan mendapatkan kemuliaan, yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Allah berfirman ; “Wahai orang-orang yang beriman yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat nama-Nya, sebanyak-banyaknya. Dan, bertasbilah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang”. (al-Qur’an: 33:41). Bahkan, Allah Tabarakallahu Ta’ala, menegaskan bahwa Dia akan mengingat orang yang ingat atau berdzikir kepada-Nya. “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu”. (al-Qur’an: 152). Hubungan inilah yang melahirkan generasi – generasi yang menjadi penerang pada kegelapan alam semesta, generasi yang melahirkan kebajikan di setiap sudut dunia
Dalam sebuah hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim: “Aku ini adalah menurut dugaan hamba-Ku, dan Aku menyertaimu, di mana saja ia berdzikir kepada-Ku. Jika ia berdzikir atau ingat kepada-Ku di dalam hatinya, maka Aku akan ingat pula kepadanya di dalam hati-Ku, dan kalau ia mengingat-Ku di depan umum, maka Aku akan mengingatnya pula di depan khalayak yang lebih baik. Seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku sehasta. Jika ia mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya sedepa.Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, Aku akan datang dengan berlari”.
Begitulah. Sikap dari Allah Azza Wa Jalla terhadap hambanya. Hamba, yang mencintai-Nya dengan diri yang tulus. Mereka yang senantiasa berdzikir dan mengingatkan-Nya, tak akan pernah disia-siakan atas segala permohonannya. Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, Abu Bakar ra, Umar Ibn Khaththab ra, Utsman ra, Ali Ibn Tholib ra, dan para sahabat lainnya, memberi tauladan dari generasi yang sempurna dalam kehidupan. Menjadi cermin yang indah. Menjadi ibroh yang kekal. Menjadi sumber yang tak kering-kering, terutama dari generasi-generasi mendatang. Perjalanan hidup seorang hamba akan sangatlah ditentukan bagaimana kualitas dan tingkat hubungan dengan Rabbnya. Kedudukan dan posisi seorang hamba juga akan ditentukan oleh tingkat hubungan dengan Allah Azza Wa Jalla.
Saat ini manusia telah terjebak dalam sebuah jurang tanpa cahaya. Tidak ada nilai ilahiyah yang bersemat dalam dada – dada mereka. Seluruh potensi hidupnya hanya sia-sia. Berbagai perilaku syahwat telah membunuh kejernihan hati. Manusia tak dapat menghindari kondisi itu. Dimensi krisis menjadi sangat komplek, yang membuat manusia semakin frustasi. Mereka kehilangan kepercayaan atas hari depan mereka. Dunia telah membutakan mereka, dunia telah menghancurkan hubungan yang indah dengan Penguasa Alam Semesta
Baginda Rasulullah shallalllahu alaihi wa salam, melalui khotbahnya Beliu bersabda: “Wahai umat manusia! Negeri dunia ini adalah negeri yang bengkok, bukan negeri yang lurus. Dunia adalah tempat kesusahan, bukan tempat kesenangan. Barangsiapa mengetahuinya, maka ia tidak gembira dengan kelapangan yang dimilikinya, atau bersedih karena kesengsaraan yang dialaminya. Ketahuilah Allah menciptakan dunia sebagai negeri tempat ujian, dan akhirat termpat kembali”.
Perbanyaklah mengingat dan berdzikir kepada Allah Azza Wa Jalla, karena hanya dengan cara itu, yang dapat menyelamatkan hari depan manusia. Kehidupan yang akan lebih panjang dan bersifat kekal, dibanding dengan kehidupan dunia. Kehidupan akhirat. Wallahu ‘alam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar